Gardapublik.id, Jakarta – Kementerian Keuangan mencatat utang pemerintah sampai dengan akhir Desember 2022 mencapai Rp 7.733,99 triliun dengan rasio utang terhadap PDB sebesar 39,57%.
Menurut kaleidoskop buku APBN KITA 2022, terdapat peningkatan dalam jumlah nominal dan rasio utang jika dibandingkan dengan bulan November 2022. Tahun lalu Desember 2021, rasio utang terhadap PDB menurun dari sebelumnya 40,74 persen menjadi 39,57 persen.
“Fluktuasi posisi utang pemerintah dipengaruhi oleh adanya transaksi pembiayaan berupa penerbitan dan pelunasan SBN, penarikan dan pelunasan pinjaman, serta perubahan nilai tukar. Meskipun demikian peningkatan tersebut masih,” tulis Kemenkeu, dikutip Rabu (18/1/2023).
Kemenkeu mengklaim rasio utang terhadap PDB dalam batas aman, wajar, serta terkendali diiringi dengan diversifikasi portofolio yang optimal dari total utang Rp 7.733,99 triliun, rinciannya Surat Berharga Negara (SBN) mencapai Rp 6.846,89 triliun dan pinjaman Rp 887,10 triliun.
“Pemerintah berkomitmen untuk terus mengelola utang dengan hati-hati. Untuk menjaga akuntabilitas pengelolaan utang, Pemerintah akan selalu mengacu kepada peraturan perundangan dalam kerangka pelaksanaan APBN, yang direncanakan bersama DPR, disetujui dan dimonitor oleh DPR, serta diperiksa dan diaudit oleh BPK,” tulis Kemenkeu.
Berdasarkan jenisnya, utang Pemerintah didominasi oleh instrumen SBN yang mencapai 88,53 persen dari seluruh komposisi utang akhir Desember 2022. Sementara berdasarkan mata uang, utang pemerintah didominasi oleh mata uang domestik (Rupiah), yaitu 70,75 persen. “Langkah ini menjadi salah satu tameng pemerintah dalam menghadapi volatilitas yang tinggi pada mata uang asing dan dampaknya terhadap pembayaran kewajiban utang luar negeri,” kata Kemenkeu.
Dengan strategi utang yang memprioritaskan penerbitan dalam mata uang Rupiah, Kemenkeu berargumen porsi utang dengan mata uang asing ke depan diperkirakan akan terus menurun dan risiko nilai tukar dapat makin terjaga. Sementara itu, kepemilikan SBN saat ini didominasi oleh perbankan dan diikuti BI, sedangkan kepemilikan investor asing terus menurun sejak tahun 2019 yang mencapai 38,57 persen, hingga akhir tahun 2021 tercatat 19,05 persen, dan per akhir Desember 2022 mencapai 14,36 persen.
“Hal tersebut menunjukkan upaya pemerintah yang konsisten dalam rangka mencapai kemandirian pembiayaan dan didukung likuiditas domestik yang cukup,” ungkapnya.
Meski demikian, pemerintah akan terus mewaspadai berbagai risiko yang berpotensi meningkatkan cost of borrowing seperti pengetatan likuiditas global dan dinamika kebijakan moneter negara maju.
Sumber: CNBC Indonesia