Tanjungpinang- Persatuan Pemuda Bentan (P2B) Kota Tanjungpinang desak Kejaksaan Tinggi Kepri untuk meminta Kejaksaan Agung mengajukan kasasi atas putusan bebas yang diputus oleh Pengadilan Negeri Tanjungpinang, Kepulauan Riau kepada 5 tersangka dalam dugaan korupsi Rp 7,7 miliar dana tunjangan perumahan DPRD Natuna tahun 2011-2015, pada Senin (06/03/2023).
“Dari awal kita sudah pesimis atasĀ proses hukum terhadap ke-5 orang terdakwa yang ditangani oleh Kejaksaan Tinggi (Kejati) Kepri,” kata Hendra Ketua P2B Kota Tanjungpinang.
Menurutnya, rasa pesimis itu terlihat dari proses hukum yang berlarut-larut dari tahun 2017-2022, dan hanya dikenakan penahanan kota dengan wajib lapor padahal sudah ditetapkan sebagai tersangka dugaan korupsi oleh Kejati Kepri, hingga putusan bebas terhadap ke-5 orang terdakwa tersebut oleh PN Tanjungpinang pada tahun 2023 ini.
“Untuk itu kami mendesak Kejati Kepri melalui Kejaksaan Agung untuk segera mengajukan upaya hukum kasasi atas putusan bebas oleh PN Tanjungpinang terhadap ke-5 terdakwa yang di putus bebas tersebut,” tegasnya.
Karena sambung Hendra, sesuai aturan hukum berdasarkan Pasal 244 KUHAP jo.Ā Putusan Mahkamah Konstitusi bernomor 114/PUU-X/2012Ā dan kasasi demi kepentingan hukum yang diajukan oleh Jaksa Agung (Pasal 259 KUHAP) Putusan bebas dan putusan lepas dari segala tuntutan hukum tidak bisa dilakukan upaya hukum banding dan peninjauan kembali hanya bisa di kasasi oleh Kejaksaan Agung.
Adapun penetapan tersangka terhadap ke-5 orang tersebut oleh kejati Kepri pada 31 September 2017 lalu yakni dua orang merupakan mantan Bupati Natuna Raja Amirullah dan Ilyas Sabli sementara tiga orang lainnya adalah Hadi Candra selaku mantan Ketua DPRD Natuna periode 2009-2014, Makmur selaku mantan Sekretaris DPRD Natuna periode 2009-2012, dan Syamsurizon selaku mantan Sekretaris Daerah (Sekda) Natuna periode 2009-2016.
Penetapan tersangka itu, karena Kejati Kepri berkeyakinan telah menemukan bukti pengalokasian dan pencairan dana tunjangan perumahan unsur pimpinan dan anggota DPRD Natuna tahun anggaran 2011 hingga 2015. Pengalokasian tunjangan itu dilakukan Pemerintah Kabupaten Natuna sesuai dengan Surat Keputusan (SK) dua Bupati Natuna pada saat itu.
Adapun Besaran tunjangan perumahan yang diperoleh unsur pimpinan yaitu Ketua DPRD Natuna Rp14 juta per bulan, Wakil Ketua DPRD Natuna Rp13 juta per bulan, sedangkan para anggota DPRD Natuna menerima tunjangan sebesar Rp12 juta per bulan. Dimana rumah dinas DPRD Natuna tidak di tempati tetapi malah mendapat biaya tunjangan perumahan DPRD.
Berdasarkan Laporan Hasil Audit Dalam Rangka Penghitungan Kerugian Keuangan Negara dalam Perkara Tindak Pidana Korupsi Terhadap Pemberian Tunjangan Perumahan Dinas Bagi Pimpinan dan Anggota DPRD Kabupaten Natuna Tahun Anggaran 2011 sampai dengan Tahun Anggaran 2015 Nomor : SR-1702/PW28/5/2017 Tanggal 23 Mei 2017 oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan Perwakilan Provinsi Kepulauan Riau ditemukan pemborosan anggaran dan para anggota DPRD Natuna yang ikut menerima tunjangan perumahan tahun anggaran 2011-2015Ā harus mengembalikan ratusan juta ke kas Negara.
Sebelumnya, Pengadilan Negeri Tanjungpinang, Kepulauan Riau, memvonis bebas kelima terdakwa kasus dugaan korupsi tunjangan rumah dinas Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Natuna tahun anggaran 2011-2015.
Dari ke lima terdakwa, dua orang merupakan mantan Bupati Natuna yakni Raja Amirullah dan Ilyas Sabli,Ā tiga orang lain yang menjadi terdakwa adalah Hadi Candra selaku mantan Ketua DPRD Natuna periode 2009-2014, Makmur selaku mantan Sekretaris DPRD Natuna periode 2009-2012, dan Syamsurizon selaku mantan Sekretaris Daerah (Sekda) Natuna periode 2009-2016.
“Para terdakwa dibebaskan dari semua dakwaan primer dan subsider jaksa penuntut umum atau JPU,” kata Ketua Hakim Anggalanton Boang Manalu membacakan amar putusannya di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada PN Tanjungpinang, Senin (6/3/2023), seperti dilansir Antara.
Dalam putusan itu, Hakim menilai, para terdakwa tidak terbukti melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana dalam dakwaan primer dan subsider.
“Juga memulihkan harkat dan martabat para terdakwa atas kedudukan yang ada padanya,” ujar hakim.
Menanggapi putusan hakim, jaksa maupun terdakwa diberikan waktu selama tujuh hari untuk menentukan sikap apakah menerima putusan atau mengajukan upaya hukum banding maupun kasasi.
Dalam tuntutannya JPU, Kelima terdakwa tersebut sebelumnya dituntut dengan hukuman masing-masing selama empat tahun penjara
Selain dituntut hukuman badan, kelima terdakwa juga dituntut membayar denda senilai Rp500 juta subsider enam bulan kurungan. Bahkan, Hadi Candra satu dari lima terdakwa dituntut membayar uang pengganti (UP) senilai Rp345,5 juta.
Dalam tuntutannya, JPU menilai kelima terdakwa melanggar ketentuan Pasal 2 ayat 1 Jo Pasal 18 UU Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 tahun 2001 tentang Korupsi Jo Pasal 55 KUHP sebagaimana dakwaan primer penuntut umum. (Red/kompas)