Bintan- Proses penimbunan hutan bakau yang saat ini berlangsung di Sei Enam Kecamatan Bintan Timur Kebupaten Bintan menimbulkan tandatanya oleh pemerhati lingkungan dikarenakan tidak adanya pengawasan dan penindakan serta terkesan adanya pembiaran oleh Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Bintan, Kementrian Kehutanan, Satpol PP Kabupaten Bintan dan Penegak Hukum khususnya Polres Bintan.
Apalagi berdasarkan informasi masyarakat sekitar, penimbunan dilahan milik pak H itu malah dilakukan oleh oknum aparat negara.
Kegiatan penimbunan bakau itu tentu saja sangat bertolak belakang dengan semangat Presiden RI yang giat-giatnya menanam dan melestarikan hutan bakau.
Sebagaimana yang di suarakan Pak Presiden Jokowidido dalam Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20 di Taman Hutan Raya (Tahura) Ngurah Rai, Denpasar, Bali, Rabu (16/11/2022), dimana Presiden Joko Widodo mengajak pimpinan delegasi, termasuk kepala negara dan kepala pemerintahan menanam benih mangrove.
Hendra ketua DPP Persatuan Pemuda Bentan (P2B) Kota Tanjungpinang Provinsi Kepulauan Riau berpendapat penimbunan ekosistem hutan mangrove yang berada di kawasan SEI Enam itu, merupakan bom waktu yang lambat laun akan berdampak pada fungsi ekologi dan ekonomi di kawasan tersebut.
Menurutnya, sangat terbayang begitu besar dampak dan kerugian masyarakat di Kawasan Sei Enam sekitarnya, apabila kegiatan penimbunan hutan bakau untuk pengalihan fungsi itu masih terus berjalan.
Sejatinya satu dari sekian fungsi, hutan mangrove adalah sebagai penahan abrasi, dan sebagai benteng pertama ketika air laut mencapai titik tertinggi di setiap tahunnya.
Selain itu, Hendra juga mempertanyakan ijin dari penimbunan itu, instansi mana yang memberikan ijin terhadap pengusaha H tersebut
“Karena untuk PL penimbunan atau pemotongan izin cut & fill serta izin lingkungannya, merupakan kewenangan Dinas Lingkungan Hidup (DLH) dalam hal ini DLH Kabupaten Bintan,” terang Hendra, Rabu (22/03/2023).
Diketahui, Setiap orang dilarang melakukan perusakan lingkungan hidup dan melakukan usaha dan/atau kegiatan tanpa memiliki izin lingkungan berdasarkan UU No. 32 Tahun 2009 tentang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup diancam dengan pidana paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp.10.000.000.000,00 (Sepuluh Milyar Rupiah).(Red)