GardaPublik.id, – Badan Legislasi (Baleg) DPR RI menyepakati revisi Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara untuk dibawa ke rapat paripurna guna disahkan menjadi undang-undang. Kesepakatan ini diambil dalam Rapat Pleno tingkat I di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, pada Senin (9/9).
Ketua Baleg DPR, Wihadi Wiyanto, memimpin rapat pengambilan keputusan tersebut, dengan seluruh fraksi menyatakan setuju. “Setelah mendengarkan pandangan dari sembilan fraksi, semuanya menyatakan setuju. Apakah hasil pembahasan RUU Kementerian Negara dapat diproses sesuai peraturan perundang-undangan?” tanyanya, dan disambut persetujuan seluruh peserta rapat.
Fraksi PKS, melalui Anggota Baleg Amin AK, menyatakan bahwa revisi UU Kementerian Negara adalah hal yang diperlukan menyusul putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 79/PUU-IX/2019. Salah satu poin penting yang disampaikan PKS adalah penambahan Pasal 6A, yang mengatur pembentukan kementerian baru dalam situasi tertentu sesuai kebutuhan presiden. “Fraksi PKS berpendapat bahwa pembentukan kementerian harus tetap memperhatikan efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan pemerintahan,” ujar Amin AK.
Sementara itu, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan RB), Abdullah Azwar Anas, menyampaikan bahwa terdapat dua poin penting dalam revisi UU Kementerian Negara. Pertama, penghapusan penjelasan pada Pasal 10 yang mengatur posisi wakil menteri, yang merupakan tindak lanjut dari putusan MK. Kedua, perubahan Pasal 15 yang menyangkut jumlah kementerian, di mana jumlah maksimal 34 kementerian diubah menjadi fleksibel sesuai kebutuhan presiden.
Anas menekankan bahwa revisi ini bertujuan untuk menciptakan sistem pemerintahan yang lebih efektif dan efisien. “Pembentukan kementerian disesuaikan dengan strategi pencapaian visi dan misi presiden. Satu kementerian bisa mengemban lebih dari satu urusan jika diperlukan, guna mendukung efektivitas penyelenggaraan pemerintahan,” jelas Anas.
Ia juga menambahkan bahwa revisi UU ini akan memperkuat koordinasi dan kolaborasi antara kementerian dan lembaga dalam mendukung pembangunan nasional. “Spirit dari revisi ini adalah memperkuat tata kelola pemerintahan yang efektif, sehingga dampaknya dapat dirasakan langsung oleh rakyat, seperti yang sering disampaikan Presiden Jokowi,” pungkasnya.
Revisi ini diharapkan dapat memberikan fleksibilitas lebih besar bagi presiden dalam membentuk kabinet yang mampu menjawab tantangan pembangunan nasional dengan lebih responsif. (Red)