Gardapublik.id, Jakarta- Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) menyadari bahwa luasnya cakupan pengawasan di sektor obat dan makanan membuka celah bagi tindak kejahatan.
Kepala BPOM, Taruna Ikrar, mengungkapkan bahwa ancaman tersebut mencakup peredaran produk ilegal, praktik mafia obat dan makanan, serta penyalahgunaan bahan berbahaya. Selain itu, praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) juga menjadi tantangan serius yang harus dihadapi.
Hal ini disampaikan saat Taruna mengunjungi Kantor Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Senin (3/2/2025) untuk membahas strategi kerja sama dalam mencegah dan memberantas korupsi di bidang pengawasan obat dan makanan.
Menurut Taruna, potensi KKN di BPOM dapat terjadi baik di internal (pegawai BPOM) maupun eksternal (agen, industri, dan pemangku kepentingan lainnya). “Potensi KKN di BPOM memang ada, baik dari dalam maupun luar. Oleh karena itu, kami membutuhkan dukungan dari KPK untuk memperkuat pencegahan,” ujarnya dalam keterangan resmi pada Selasa (4/2/2025).
Sebagai bentuk nyata dalam pemberantasan korupsi, BPOM akan menerapkan tiga strategi utama, yaitu pendidikan, pencegahan, dan penindakan. Taruna berharap KPK dapat mendukung BPOM dalam menangani isu-isu strategis, termasuk penyelidikan tindak kejahatan di sektor obat dan makanan.
Komitmen BPOM dalam Penegakan Hukum
Taruna menegaskan bahwa BPOM terus memperkuat langkah penindakan terhadap kejahatan di bidang obat dan makanan melalui Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) BPOM. “Selain kompetensi dan keberanian, menjaga integritas adalah kunci utama dalam menjalankan tugas ini. Jika integritas terjaga, maka BPOM dapat semakin optimal dalam penegakan hukum,” tegasnya.
Selain itu, BPOM juga mengharapkan dukungan dari KPK dalam menangani tindak pidana korupsi dan pencucian uang yang berkaitan dengan pengawasan obat dan makanan, termasuk dalam upaya pemberantasan mafia di sektor ini.
Sebagai bagian dari komitmen mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik (good governance), BPOM bertekad menjadi lembaga yang bebas dari praktik korupsi dan kolusi. Taruna berharap, dengan dukungan KPK, potensi penyimpangan dapat dicegah sehingga BPOM dapat menjadi institusi berkelas dunia yang transparan serta mampu melindungi masyarakat Indonesia.
Untuk memperkuat integritas di lingkungan BPOM, lembaga ini telah memperoleh skor 83,98 dalam Survei Penilaian Integritas (SPI) Tahun 2024 yang dirilis oleh KPK, menempatkannya dalam kategori “TerJAGA” (zona hijau). Hal ini menunjukkan bahwa BPOM telah berhasil menjaga integritasnya dengan baik.
Secara internal, BPOM juga aktif menerapkan program pencegahan tindak pidana korupsi dalam pengawasan obat dan makanan. Pada Desember 2024, BPOM mengukuhkan Penyuluh Anti Korupsi (PAKSI) dan Ahli Pembangun Integritas (API) yang telah tersertifikasi oleh Lembaga Sertifikasi Profesi KPK. “Mereka memiliki peran strategis dalam membangun budaya anti-korupsi di lingkungan BPOM,” jelas Taruna.
Kolaborasi antara BPOM dan KPK menjadi langkah krusial dalam memberantas korupsi serta kejahatan di bidang obat dan makanan. Dengan komitmen yang kuat dan dukungan dari berbagai pihak, BPOM bertekad menjadi lembaga yang bersih, transparan, dan berintegritas demi melindungi masyarakat dari ancaman obat dan makanan ilegal.
sumber: infopublik.id